
Kalau Bisnis "Cuma" Untuk Kejar Uang
Saat pertama lulus kuliah, saya punya satu cita-cita besar: Ingin cepat kaya! Kemudian saya memutuskan untuk melamar ke salah satu perusahaan minyak terbesar dan terbaik di dunia. Hasilnya saya diterima!
Maka bekerjalah saya di perusahaan ini dengan penuh kebanggaan. Tak bermaksud untuk menyombongkan diri. Tapi dari ribuan mahasiswa dari seluruh Indonesia, kelak hanya satu yang diterima. Dan orang itu adalah saya. Saya bekerja dengan penuh semangat. Dikirim untuk pelatihan di Eropa. Bekerja dengan banyak orang dari seluruh dunia. Keliling Indonesia dan banyak lagi.
Tapi kemudian setelah hampir 2 tahun saya sadar sesadar-sadarnya tentang satu hal. Bahwa saya disana hanya dan hanya semata-mata demi uang. Bahwa saya sama sekali tidak menyukai pekerjaan saya. Saya juga sadar bahwa saya dibayar mahal karena keberanian saya untuk bekerja dan mempertaruhkan nyawa. Bukan karena kecerdasan atau keterampilan saya.
Dan ini mulai mengusik diri saya. Selain itu jam kerja yang tak kenal batas waktu. Jadwal kerja mingguan di laut dan hutan yang seperti tak pernah berakhir. Ditambah lagi dengan lingkungan kerja yang sangat toksik. Dalam arti seperempat dari rekan kerja saya kehidupan keluarganya berantakan alias bercerai. Seperempatnya lagi istri atau suaminya berselingkuh tapi belum ketahuan. Setengahnya memang terlihat baik-baik saja, tapi tak juga terlihat benar-benar bahagia. Hanya segelintir yang tampak benar-benar menikmati pekerjaanya. Pertanyaan saya kepada diri sendiri akhirnya, "Apakah ini hidup yang benar-benar saya inginkan demi uang?"
Saya tanyakan pertanyaan ini berkali-kali. Di berbagai kesempatan, di banyak waktu, jawabannya selalu sama: "Tidak". Tak sulit ditebak akhirnya saya keluar. Membakar jembatan, dan tak lagi melihat kebelakang. Itu 20 tahun yang lalu. Tapi itu adalah sesuatu yang sangat saya syukuri.
Karena kalau saya baru terpikir untuk keluar setelah berkeluarga dan punya anak, maka ceritanya akan lain. Karena setelah menikah dan punya anak, motivasi saya bekerja akan cendrung berubah dari uang menjadi menafkahi keluarga. Dan ini urusannya bisa berbeda. Saya mungkin akan lebih rela mengorbankan nyawa demi menafkahi keluarga. Rasa sakit tak akan terasa lagi. Semuanya demi keluarga tercinta.
Inilah yang persis dialami oleh rekan-rekan kerja saya di perusahaan itu pada saat ini. Karena hari ini, semua rekan kerja seangkatan saat itu tak ada satupun yang tinggal di Indonesia. Hampir semuanya terpisah dengan keluarganya. Beberapa diantaranya bercerai. Beberapa sakit parah, beberapa meninggal karena sakit. Kemungkinan akibat paparan radiasi di lingkungan kerja.
Sederhananya, akhirnya mereka rela mengorbankan hidup demi menafkahi keluarga. Beberapa memang kaya raya, memiliki karir yang baik dan keluarganya baik-baik saja. Tapi hanya segelintir.
Lalu apa poin cerita ini? Poinnya sederhana saja. Motivasi yang sifatnya "Non-material", yang sifatnya lebih mulia, atau lebih emosional cendrung lebih tahan lama. Apalagi jika harus menghadapi tantangan secara terus menerus dalam jangka panjang. Motivasi jenis ini sangat dibutuhkan dalam proses membangun bisnis. Karena itu dalam rangka membangun bisnis motivasi semacam ini pentingnya berlipat ganda.
Lalu bagaimana motivasi yang baik dalam bisnis? Sederhananya motivasi yang baik adalah hal apapun yang bersifat emosional, lebih emosional lebih baik. Motivasi, dream, mimpi, goals, atau cita-cita, apapun anda menyebutnya akhirnya menjadi penghilang rasa sakit dalam perjalanan hidup. Ini bisa negatif ataupun positif.
Motivasi negatif misalnya rasa muak karena dihina oleh tetangga, keluarga, atau orang lain. Akhirnya membangkitkan semangat untuk membangun bisnis besar sehingga tak lagi bisa dihina. Seorang rekan saya sebutlah namanya Ali punya motivasi semacam ini dalam membangun bisnisnya. Keluarga besarnya selalu menghina ayahnya dan keluarganya. Kapanpun dia mengingat keluarga besarnya itu, emosinya selalu bangkit. Dan ini menjadi motivasi baginya untuk terus membangun usaha. Usahanya akhirnya memang luar biasa besar.
Sementara motivasi positif contohnya adalah rasa ingin untuk mewujudkan sesuatu. Itu bisa apa saja. Mulai dari penghargaan, kepemilikan atas barang atau properti tertentu, membantu orang lain, dan lain sebagainya. Intinya, motivasi adalah emosi yang kuat yang akan membuat seorang pengusaha terus bergerak walau kesulitan apapun yang menghadang.
Simon Sinek dalam bukuya "Start With Why" menjelaskan hal ini dengan sangat baik. Dikatakan bahwa alasan, mimpi, atau "Why" anda menjalankan bisnis bahkan akan menarik jenis pelanggan yang datang kepada anda. Terutama mereka yang sesuai dengan mimpi atau "Why" tadi.
Dia mencontohkan Apple. Apple bukanlah sekedar perusahaan komputer. Karena perusahaan komputer ada sangat banyak jumlahnya. Bahkan teknologinya pun mirip satu sama lain. Mulai dari processor, memory, harddisk, layar monitor dan sebagainya. Tapi kenapa Apple sangat terkenal?
Dalam buku itu dikatakan bahwa ini disebabkan karena visi yang dibawa Apple untuk membangun komputer dengan desain yang sangat baik, bekerja dengan mulus, sangat nyaman dan handal digunakan. Inilah mengapa. Ini juga menjelaskan mengapa Apple tidak punya produk server.
Karena visinya, why-nya, atau mimpinya memang tak pernah ada di produk server. Hanya di consumer product.
Ini juga menjelaskan mengapa para pengguna Apple cendrung jenis pengguna dengan tipikal tertentu. Jadi temukan "Why" anda, temukan mimpi anda, temukan alasan anda mengapa membangun bisnis. Dan itu sebaiknya bukan cuma sekedar uang.