Kompetisi

Bagaimana Menghadapi Kompetisi: Kisah Dua Pedagang di Toko yang Sama

 

Ini kisah dua set penjaga di satu toko. Kali ini saya melihatnya dari sudut pandang pembeli. Toko kelontong tempat saya biasa membeli air minum dalam kemasan punya dua set penjaga yang menjual masing-masing dalam periode 6 bulan. Mereka akan bekerja selama 24 jam dalam periode tersebut. Saya biasanya membeli air galonan dari toko ini. Karena secara umum saya merasa puas dengan layanan yang  cukup baik, harga yang standar, dan penampilan toko yang bersih dan rapi. 

Suatu hari saya langsung terkejut dan merasa sangat kecewa saat memasuki toko kelontong. Ternyata grup penjaga pertama diganti grup penjaga kedua. Semua kesan langsung berubah. Tokonya tidak rapi, penampilan penjualnya pun terkesan kumuh, dengan bau rokok menyengat yang sangat mengganggu.

Penjual kedua menjual produk yang perisi sama dengan penjual pertama ditempat yang sama. Tapi saya saya lebih memilih untuk membeli saat toko kelontong dikelola oleh penjual pertama. Saya merasa jauh lebih nyaman dan puas dengan layanan meraka yang baik dan ramah. Ingat, dalam hal ini produk, harga, dan tokonya sama persis. Hanya penjaganya yang berbeda.


Ternyata perasaan serupa bukan hanya pengalaman saya sendiri. Karena beberapa pembeli lain pelanggan toko ini juga merasakan hal yang sama dengan saya. Mengeluhkan hal yang sama seperti keluhan saya. Dan mereka termasuk juga saya mulai pindah ke toko yang lain.

Dari pengalaman tersebut, saya menyadari satu hal. Betapa besarnya pengaruh kualitas layanan dalam mempengaruhi pembeli. Penjual pertama memberikan pelayanan yang baik dan memastikan tokonya bersih dan rapi sehingga menarik minat pembeli seperti saya. Penjual pertama juga melayani dengan ramah dan penampilannya pun bersih dan rapi. Hal ini membuat saya merasa puas dan nyaman saat berbelanja di tokonya.

Sementara itu, penjual kedua tidak memperhatikan kualitas pelayanan yang layak. Gayanya melayani pelanggan sangat buruk, tidak ramah.  Tidak memastikan kebersihan fisiknya sendiri dan juga kerapihan tokonya. Tokonya kotor dan jorok. Pembeli merasa tidak nyaman saat berbelanja di tokonya yang kumuh dan berbau rokok. 

Jadi hanya dengan cara melayani pelanggan, penampilan yang baik dan kebersihan yang baik saja sudah mempengaruhi selera pembeli. Saya yakin penjaga kedua tak menyadari hal ini. Bagaimana penjaga kedua menampilkan dirinya dan tokonya adalah kebiasaanya. Dan kebiasaan ini berwujud dalam caranya mengurus toko dan membawakan dirinya. Hasilnya? Pelanggan kabur.

Banyak yang mengatakan hal ini sebagai nasib atau rejeki. Tapi dari sudut pandang saya sebagai pembeli, ini sama sekali bukan nasib. Bukan rejeki, tapi masalah kebiasaan buruk yang tak disadari, dan tak diperbaiki. Disini kita baru bicara toko kelontong. Apakah jenis bisnis lain akan sama? Sama! Dan semua kebiasaan ini digerakkan oleh pikiran bawah sadar dan pikiran tak sadar kita sendiri.

Itu sebabnya mengapa menyadari kebiasaan kita sendiri sangatlah penting. Baik emosi kita, cara kita berpikir, cara kita bicara, semuanya secara langsung mempengaruhi rejeki kita masing-masing. Menentukan apakah pelanggan datang atau pergi.

Dalam hal ini, passion anda untuk melayani orang lain adalah hal yang penting untuk dimiliki. Seperti dalam artikel di blog ini sebelumnya. 

image credits: Pexels

Comments